FAISOL.ID – Diantara pelopor meodernisasi dalam dunia islam adalah Muhammad Abduh. Ia adalah seorang pemikir, teolog dan dikenal sebagai pembaharu islam di Mesir yang hidup pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. Kapan dan di mana Muhammad Abduh lahir tidak diketahui secara pasti, karena ibu bapaknya adalah orang desa biasa yang tidak mementingkan hari dan tempat anak-anak dilahirkan.
Tahun 1849 M/12 H adalah tahun yang biasa dipakai kapan ia dilahirkan. Ia di suatu desa di Mesir Hilir, diperkirakan di Mahallat Nasr. Sedang ayah Muhammad Abduh bernama Abdu Hasan Khairullah, berasal dari turki yang telah lama tinggal di Mesir. Ibunya berasal dari bangsa arab yang silsilahnya ke atas sampai ke suku bangsa Umar ibn al-Khatthab.
Muhammad Abduh hidup dikalangan biasa. Meskipun begitu, keluarganya sangat peduli akan pendidikan. Mereka mewariskan kecintaan terhadap agama dan ilmu pengetahuan kepada Muhammad Abduh.
Keluarga inilah yang mengantarkan Abduh memiliki kecerdasan rata-rata sehingga tak heran bila di usia yang sangat belia ia sudah hafal al-Quran, pandai menulis dan membaca.
Kemudian, ia dikirim ke Tanta untuk belajar ilmu agama di masjid Syekh Ahmad di tahun 1862. Setelah dua tahun belajar, ia merasa tidak mengerti apa-apa karena di sana menggunakan metode menghafal. tak hanya di Tanta, ia juga tidak puas dengan apa yang di dapatkan di Al-Azhar, Cairo.
Baginya metode pengajaran di Al-Azhar hanya bersifat verbal, sehingga merusak nalar kritis manusia. Kekecewaan tersebut, malah membuat Abduh bersemangat untuk mempelajari berbagai disiplin ilmu.
Tidak hanya ilmu agama, Abduh juga mendalami ilmu sosial, politik, filsafat, dll. Dan disana pula, ia bertemu dengan Jamaluddin Al-Afghani yang kemudian ia menjadi murid yang paling setia. Jamaluddin al-Afghani adalah sosok yang sangat berpengaruh dalam kehidupan Muhammad Abduh pada nantinya.
Di masa Abduh dan Al-Afghani ini, dunia islam mengalami kemunduran yang sangat memprihatinkan. Dunia islam carut marut oleh penjajah. Wilayah islam sebelumya berada dalam naungan khilafah Utsmaniyah di kapling-kapling oleh bangsa-bangsa Eropa.
Pengaruh pemikiran al-Afghani terhadap Abduh begitu besar, ide-ide pembaharuan yang dibawa Al-Afghani banyak mengubah cara pandang dan cara berpikir Muhammad Abduh. Bedanya, al-Afghani lebih menekankan pembaharuan di bidang politik, sedang Abduh lebih kepada bidang pendidikan.
Trilogi Pembaharuan Muhammad Abduh; Pendidikan – Politik – Sosial Keagamaan
Ketika Abduh pernah menjabat sebagai syekh atau rektor di Universitas Al-Azhar, Cairo, Mesir, Ia melakukan pembaharuan-pembaharuan di Universitas tersebut yang membawa dampak sangat luas di dunia Islam. Berikut upaya-upaya pembaharuan yang dilakukan oleh Abduh dalam berbagai bidang.
Pembaharuan dalam ranah pendidikan Islam di Al-Azhar sebagai pilar pembaharuan yang di kedepankan Abduh adalah gerakan kultural lewat media pendidikan. Abduh berpendapat bahwa kewajiban belajar tidak hanya mempelajari buku-buku klasik berbahasa arab yang berisi dogma ilmu kalam untuk membela islam.
Akan tetapi, kewajiban belajar juga terletak pada mempelajari sains modern, sejarah dan agama Eropa, agar diketahui sebab-sebab kemajuan yang telah mereka capai.
Usaha awal Abduh adalah memperjuangkan mata kuliah filsafat diajarkan di al-Azhar. Harapannya dengan belajar filsafat, semangat intelektualisme islam menyala kembali setelah pada sekian lamanya. Namun usaha ini menemui batu terjal yang begitu kokoh yang bernama kolotisme.
Usaha Abduh untuk mendamaikan dikotomi pendidikan ini, justru membuat Abduh terpental dan dipecat, sehingga kembalilah Al-Azhar pada keadaan semula dengan segala kekunoaannya. Sebagai pemikiran, pemikiran modernisasi Abduh bersinar bahkan hingga melanglang buana ke seluruh dunia islam.
Pembaharuan dalam ranah pendidikan Politik. Ketertarikan Muhammad Abduh pada dunia politik adalah ketika masih menjadi mahasiswa Al-Azhar. Ia bertemu dengan Jamaluddin Al-Afghani pada tahun 1870. Sembilan tahun kemudian, Al-Afghani diusir dari Mesir karena dituduh mengadakan gerakan menentang Khadewi Tawfiq dan Abduh dipandang campur tangan dalam hal ini.
Ia dibuang ke luar Cairo. Tapi pada tahun 1880, ia boleh kembali ke ibu kota dan kemudian diangkat menjadi redaktur surat kabar resmi pemerintah Al-Waqai’ Al-Misriyyah. Surat kabar ini dijadikan Abduh sebagai saran perjuangan rakyat Mesir melawan kolonial.
Dalam revolusi Urabi Pasya, Abduh turut mengambil peran. Ia bersama pemimpin-pemimpin lainnya ditangkap, dipenjarakan dan kemudian diasingkan ke Paris. Pada tahun 1884, ia bersama Jamaluddin Al-Afghani menyusun gerakan al-‘Urwah al-Wutsqa’, yaitu gerakan kesadaran umat islam sedunia.
Dengan majalah itulah ditiupkannya suara keinsyafan ke seluruh dunia islam, supaya mereka bangkit dari cara berpikir fanatik dan kolot serta bersatu membangun kebudayaan kebudayaan dunia berdasarkan nilai-nilai islam.
Pembaharuan dalam ranah sosial keagamaan. Menurut Abduh, faktor kemunduran umat islam adalah faham jumud yang terdapat dikalangan umat islam yang menjangkiti disemua ranah; bahasa, syariah; akidah dan sistem masyarakat.
Untuk mencerahkan umat, ia kemudian menerbitkan majalah Al-Manar. Penerbitan majalah ini kemudian diteruskan oleh muridnya, yaitu Rasyid Ridha (1865-1935) yang kemudian tafsir al-Manar.
Adapun pokok-pokok pemikiran Muhammad Abduh di bidang sosial keagamaan adalah :
a. Kemajuan agama islam itu tertutup oleh umat islam sendiri. Dimana umat islam beku dan jumud dalam memahami ajaran islam. Dihafalkan lafadznya akan tetapi tidak diamalkan isi kandungannya. Ungkapan Muhammad Abduh yang sangat terkenal terkait hal ini adalah, “al-Islam mahjub bi al-Muslimin”. Islam tertutup oleh umat islam sendiri.
b. Akal mempunyai kedudukan yang sangat tinggi dalam agama islam. Ungkapan yang sering ia kutip ialah. “al-Din huwa al-‘Aql, la dina liman la ‘aqla lahu”. Agama adalah sejalan dengan akal dan tidak ada agama bagi orang yang tidak menggunakan akal.
c. Dari akal akan terungkap misteri alam semesta yang diciptakan Allah untuk kesejahteraan umat manusia itu sendiri. Hanya dengan ketinggian akal dan ilmu, manusia mampu menundukkan dirinya sebagai makhluk Allah yang tunduk berbakti kepada yang Maha Pencipta.
d. Ajaran islam sesuai dengan pengetahuan modern, begitu pula ilmu pengetahuan modern pasti sesuai dengan ajaran islam. Muhammad Abduh berpendapat bahwa antara ilmu dan iman tidaklah saling berlawanan. Karenanya, ia meramu ajaran-ajaran dasar islam dalam suatu jamuan intelektual yang bisa diterima oleh fikiran modern.
Menurut Abduh, ajaran islam adalah ajaran yang sangat konsisten untuk menyeru penganutnya menggunakan akal dan rasio dalam memhami ciptaan tuhan. Ia sangat melarang umat islam untuk taklid buta. Hal inilah yang disebut oleh Fazlur Rahman bahwasanya Abduh telah menawarkan suatu kemajuan yang begitu penting dalam pemikiran teologi islam.
Bahkan menurut Abduh letak keunggulan agama Islam dengan agama-agama lalinnya adalah karena dogma-dogma dasarnya dapat diterangkan secara rasional dan bebas dari berbagai macam misterti.
Demikianlah biografi Muhammad Abduh dan pokok pemikirannya. Hingga saat ini, pemikiran dan ide cemerlangnya masih dibaca, ditelaah dan menjadi inspirator gerakan pembaharu diberbagi belahan dunia.
Sumber : alif.id (Pelopor Modernisasi Pendidikan Islam (2): Muhammad Abduh, (Jurnal Dirosat) pemikiran pendidikan Muhammad Abduh dan Proses Modernisasi Pesantren di Indonesia, Muhammad Abduh : Konsep Rasionalisme Dalam Islam.