source image: pexels/alena darmel
Kepailitan merupakan kondisi di mana debitor tidak mampu memenuhi kewajibannya kepada kreditur, sehingga seluruh harta kekayaannya berada di bawah pengelolaan kurator. Dalam sistem hukum Indonesia, kepailitan diatur dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU Kepailitan dan PKPU).
Artikel ini akan membahas hak dan kewajiban debitor dalam proses kepailitan serta implikasi hukumnya.
Wewenang Debitor dalam Kepailitan
Pasal 1 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU mendefinisikan kepailitan sebagai sita umum atas semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas.
Berdasarkan ketentuan tersebut, sejak putusan kepailitan dibacakan oleh Pengadilan Niaga, debitor kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus harta kekayaannya. Hal ini diatur dalam Pasal 24 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU:Debitor demi hukum kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang termasuk dalam harta pailit sejak tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan.
M. Hadi Shubhan dalam bukunya Hukum Kepailitan (Prinsip, Norma dan Praktek Pengadilan) menjelaskan bahwa debitor tidak dapat lagi melakukan tindakan hukum terkait harta pailitnya. Namun, kepailitan tidak menghilangkan hak-hak keperdataan lain, seperti hak politik dan hak privat debitor sebagai warga negara.
Hak Debitor dalam Proses Kepailitan
Meskipun mengalami keterbatasan dalam mengelola asetnya, debitor masih memiliki beberapa hak, antara lain:
Mengajukan Permohonan PKPU
Debitor dapat mengajukan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) agar mendapatkan kesempatan merestrukturisasi utang sebelum dinyatakan pailit.
Mengajukan Upaya Hukum
Debitor berhak mengajukan kasasi atau peninjauan kembali atas putusan kepailitan jika merasa keberatan dengan keputusan pengadilan.
Mendapatkan Perlindungan dari Tindakan yang Merugikan
Jika ada indikasi tindakan sewenang-wenang dari kreditur atau kurator, debitor dapat mengajukan keberatan ke hakim pengawas.
Kewajiban Debitor dalam Proses Kepailitan
Sebagai pihak yang dinyatakan pailit, debitor memiliki sejumlah kewajiban, antara lain:
Memberikan Informasi yang Jujur dan Lengkap
Debitor wajib memberikan data lengkap mengenai aset dan utangnya kepada kurator serta tidak menyembunyikan atau memindahkan aset secara ilegal.
Bersikap Kooperatif terhadap Kurator
Debitor harus mematuhi perintah kurator dalam proses pemberesan harta pailit.
Tidak Melakukan Perbuatan Hukum Terkait Harta Pailit
Sesuai Pasal 25 UU Kepailitan dan PKPU, perikatan yang dibuat oleh debitor setelah putusan kepailitan tidak dapat dibayar dari harta pailit, kecuali jika perikatan tersebut menguntungkan harta pailit.
Akibat Hukum Jika Debitor Melakukan Perbuatan Hukum Setelah Pailit
Jika debitor tetap melakukan tindakan hukum yang menyangkut harta pailit, maka dapat dikenakan sanksi berdasarkan Pasal 41 UU Kepailitan dan PKPU, yaitu:
- Kurator atau kreditur dapat meminta pembatalan perbuatan hukum yang dilakukan debitor sebelum pernyataan pailit jika merugikan kreditur.
- Perbuatan hukum yang dilakukan setelah putusan pailit tidak memiliki kekuatan hukum kecuali memberikan keuntungan bagi harta pailit.
- Selain itu, Pasal 10 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU memberi hak kepada kreditur untuk mengajukan sita jaminan terhadap kekayaan debitor guna melindungi kepentingan pembayaran utang.
Kesimpulan
Dalam proses kepailitan, debitor kehilangan haknya untuk mengelola harta pailit dan harus menyerahkan pengelolaan aset kepada kurator. Namun, debitor masih memiliki hak tertentu, seperti mengajukan PKPU dan upaya hukum. Kewajiban debitor mencakup penyampaian informasi yang jujur, kerja sama dengan kurator, dan tidak melakukan perbuatan hukum terkait harta pailit. Jika debitor melanggar ketentuan, maka tindakan hukum yang dilakukan dapat dibatalkan demi melindungi hak kreditur.
Dengan memahami hak dan kewajiban dalam kepailitan, debitor dapat menjalani proses ini dengan lebih terarah dan memitigasi risiko hukum yang mungkin terjadi.