FAISOL.ID – Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) adalah dua mekanisme hukum yang digunakan dalam penyelesaian masalah utang-piutang di Indonesia. Keduanya diatur dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU.
Kepailitan adalah kondisi di mana seorang debitor tidak mampu membayar utangnya yang telah jatuh tempo dan dinyatakan pailit oleh pengadilan. Dalam kondisi ini, seluruh harta debitor akan dikelola oleh kurator untuk membayar utang kepada para kreditor sesuai dengan aturan yang berlaku.
Sementara itu, PKPU adalah upaya hukum yang memberikan kesempatan kepada debitor untuk mengajukan penundaan pembayaran utang kepada kreditor. Tujuannya adalah agar debitor dapat menyusun rencana perdamaian atau restrukturisasi utang sehingga terhindar dari kepailitan dan tetap dapat menjalankan bisnisnya.
Sejarah Pengaturan Kepailitan di Indonesia
- Failliessements Verordening, Staatsblad 1905:217 jo. Staatsblad 1906:348
- Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 1 tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-undang tentang Kepailitan (Failliessements Verordening), yang kemudian ditetapkan menjadi undang-undang dengan Undang-undang No. 4 Tahun 1998 (“UU No. 4/1998”)
- Pasal 307 Undang-undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (“UUK-PKPU”) menyatakan bahwa, UUK-PKPU mencabut dan menyatakan Failliessements Verordening dan UU No. 4/1998 tidak berlaku lagi.
Perbedaan Kepailitan dan PKPU
Aspek | Kepailitan | PKPU |
---|---|---|
Tujuan | Penyelesaian utang dengan likuidasi aset debitor | Memberikan waktu bagi debitor untuk merestrukturisasi utang |
Pihak yang Berwenang | Pengadilan Niaga | Pengadilan Niaga |
Pengelolaan Aset | Ditangani oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas | Dikelola oleh debitor, tetapi di bawah pengawasan pengurus PKPU |
Dampak Hukum | Debitor kehilangan kendali atas asetnya | Debitor masih memiliki kendali dengan batasan tertentu |
Hasil Akhir | Aset dijual untuk membayar utang kreditor | Debitor bisa melanjutkan bisnis jika ada kesepakatan dengan kreditor |
Proses Kepailitan
- Pengajuan Permohonan: Permohonan kepailitan dapat diajukan oleh debitor, kreditor, Kejaksaan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), atau Menteri Keuangan.
- Sidang Pengadilan: Pengadilan Niaga akan memeriksa permohonan dan memutuskan dalam waktu 60 hari setelah permohonan diterima.
- Putusan Pailit: Jika dikabulkan, hakim akan menunjuk kurator untuk mengurus dan membereskan harta debitor.
- Penyelesaian Harta: Kurator akan melakukan verifikasi aset, membayar utang kreditor, dan melikuidasi harta jika diperlukan.
- Penutupan Kepailitan: Setelah seluruh proses selesai, kepailitan dapat ditutup dan status hukum debitor diselesaikan.
Proses PKPU
- Pengajuan Permohonan: Debitor atau kreditor mengajukan permohonan PKPU ke Pengadilan Niaga.
- Sidang PKPU: Hakim akan memutuskan apakah PKPU diberikan atau tidak.
- Penetapan Pengurus PKPU: Jika dikabulkan, pengadilan akan menunjuk pengurus untuk mengawasi debitor dalam menyusun rencana perdamaian.
- Penyusunan Rencana Perdamaian: Debitor dan kreditor bernegosiasi untuk mencapai kesepakatan pembayaran utang.
- Voting oleh Kreditor: Kreditor melakukan pemungutan suara untuk menerima atau menolak rencana yang diajukan debitor.
- Putusan Akhir: Jika rencana disetujui, PKPU berakhir dan debitor dapat melanjutkan bisnisnya. Jika tidak, debitor bisa dinyatakan pailit.
Kesimpulan
Kepailitan dan PKPU adalah dua mekanisme hukum yang berbeda dalam menyelesaikan masalah keuangan perusahaan atau individu yang mengalami kesulitan membayar utang. Kepailitan berujung pada likuidasi aset, sedangkan PKPU memberikan kesempatan bagi debitor untuk menyusun rencana pembayaran utang agar bisa melanjutkan bisnisnya.
Memahami perbedaan dan prosedur keduanya sangat penting bagi debitor maupun kreditor agar dapat memilih langkah hukum yang tepat sesuai dengan kondisi keuangan yang dihadapi. Jika Anda menghadapi masalah utang-piutang yang kompleks, konsultasi dengan ahli hukum dapat membantu menemukan solusi terbaik.