Kamu pasti sudah sering mendengar tentang PPN, kan? Biasanya pajak ini tercantum pada struk pembayaran sewaktu kamu membeli suatu barang, karena Pajak Pertambahan Nilai, atau juga sering disebut VAT (Value Added Tax), merupakan pajak yang dikenakan atas transaksi jual beli yang dilakukan oleh perseorangan maupun badan usaha.
Kalau kamu adalah pelaku usaha, hal-hal mengenai perpajakan penting untuk dipahami, termasuk jenis pajak apa saja yang harus dibayarkan berkaitan dengan usahamu, bagaimana aturannya, berapa tarifnya dan bagaimana cara perhitungannya. Nah, Pajak Pertambahan Nilai ini merupakan salah satu jenis pajak yang berkaitan erat dengan kegiatan usaha.
Berikut adalah hal-hal penting yang untuk dipahami mengenai PPN, seperti dikutip dari klikpajak.id.
Pengertian PPN
Pajak Pertambahan Nilai atau PPN adalah pungutan yang dibebankan atas transaksi jual-beli barang dan jasa yang dilakukan oleh wajib pajak pribadi atau wajib pajak badan yang merupakan Pengusaha Kena Pajak (PKP).
Jadi, yang berkewajiban memungut, menyetor dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai adalah para penjual atau pengusaha yang telah dikukuhkan menjadi PKP. Mereka berkewajiban menyetorkan pajak kepada negara sesuai dengan aturan yang berlaku. Sejak 1 Juli 2016, PKP se-Indonesia wajib membuat faktur pajak elektronik atau e-Faktur untuk menghindari penerbitan faktur pajak fiktif untuk pengenaan PPN kepada lawan transaksinya.
Konsumen bertindak sebagai pihak yang membayar PPN lewat transaksi yang mereka lakukan dengan PKP. Sebagai bukti bahwa konsumen lah yang menanggung beban membayar Pajak Pertambahan Nilai, besarnya pajak yang dikenakan ini biasanya dicantumkan dalam struk belanja.
Dasar hukum pengenaan Pajak ini adalah Undang-Undang Dasar No. 42 tahun 2009. Dalam Undang-Undang tersebut tercantum hal-hal yang berkaitan dengan apa saja yang termasuk objek yang dikenai Pajak Pertambahan Nilai, tarif, bagaimana tata cara penyetoran dan pelaporan, dan lain sebagainya. Kita bahas satu per satu, yuk!
Objek PPN
Yang merupakan objek PPN atau hal-hal yang dikenai Pajak Pertambahan Nilai adalah sebagai berikut:
- Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha Impor Barang Kena Pajak
- Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
- Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
- Ekspor Barang Kena Pajak berwujud atau tidak berwujud dan Ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP)
- Kegiatan Membangun Sendiri bangunan dengan luas lebih dari 200m2 yang dilakukan di luar lingkungan perusahaan dan/atau pekerjaan oleh Orang Pribadi atau Badan yang hasilnya digunakan sendiri atau pihak lain.
- Penyerahan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, sepanjang pajak masukan yang dibayar pada saat perolehan aktiva tersebut boleh dikreditkan.
Pengusaha Kena Pajak (PKP)
PKP merupakan pihak yang memungut Pajak Pertambahan Nilai dari konsumen, dan berkewajiban menyetor dan melaporkannya kepada negara. Setiap tanggal di akhir bulan adalah batas akhir waktu penyetoran dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai oleh PKP.
Tidak semua pedagang/pengusaha otomatis menjadi PKP, karena tergantung pada nilai transaksinya. Sesuai dengan ketentuan PMK No.197/PMK.03/2013, suatu perusahaan atau seorang pengusaha ditetapkan sebagai PKP bila transaksi penjualannya melampaui jumlah Rp4,8 miliar dalam setahun.
Jika pengusaha tidak dapat mencapai transaksi dengan jumlah Rp4,8 miliar tersebut, maka pengusaha dapat langsung mencabut permohonan pengukuhan sebagai PKP.
Dengan menjadi PKP, pengusaha wajib memungut, menyetor dan melaporkan PPN yang terutang. Dalam perhitungan yang wajib disetor oleh PKP, ada yang disebut dengan pajak keluaran dan pajak masukan.
Pajak keluaran adalah PPN yang dipungut ketika PKP menjual produknya. Sedangkan, pajak masukan adalah PPN yang dibayar ketika PKP membeli, memperoleh maupun membuat produknya.
Barang atau jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai atau yang dikecualikan:
Barang hasil pertambangan atau pengeboran (minyak mentah, asbes, batu bara, gas bumi, dan lain-lain).
Barang Kebutuhan Pokok (beras, jagung, susu, daging, kedelai, sayuran, dan lainnya).
Makanan dan minuman yang disajikan di rumah makan atau restoran.
Uang dan emas batangan.
Jasa pelayanan medis, pelayanan sosial, jasa keuangan, asuransi, pendidikan dan sebagainya.
Dasar Pengenaan Pajak PPN (DPP PPN)
Untuk menghitung PPN digunakan nilai yang menjadi Dasar Pengenaan Pajak (DPP) yang terdiri dari:
Harga Jual : Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak.
Penggantian : Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pengusaha karena penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Jasa Kena Pajak, atau ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud.
Nilai Impor : Nilai Impor adalah uang yang digunakan sebagai dasar penghitungan Bea Masuk ditambah pungutan berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai kepabeanan dan cukai untuk impor Barang Kena Pajak.
Nilai Ekspor : Nilai Ekspor adalah uang atau biaya yang diminta oleh eksportir.
Nilai Lain : Nilai Lain adalah nilai berupa uang yang ditetapkan sebagai Dasar Pengenaan Pajak yang diatur oleh Menteri Keuangan.
DPP PPN yang diatur dalam Pasal 9 ayat 1 sebagai berikut:
Untuk penyerahan BKP atau pemanfaatan BKP tidak berwujud, DPP-nya adalah jumlah harga jual.
Untuk pengimporan BKP, DPP-nya adalah nilai impor (definisi nilai impor lihat Pasal 1 angka 20 UU PPN).
Untuk pengeksporan BKP, DPP-nya adalah nilai ekspor.
Untuk kasus penyerahan BKP/JKP tertentu, DPP-nya adalah nilai lain. Nilai lain adalah suatu jumlah yang ditetapkan Menteri Keuangan sebagai Dasa Pengenaan PPN atas jenis penyerahan BKP/JKP tertentu.