20 Okt
Sebagai seseorang yang pernah nyantri, saya akrab dengan satu ungkapan yang sering terlontar setiap kali ada santri baru terkena gudik, “Namanya juga santri, belum afdal kalau belum kena gudik (skabies).” Kalimat itu diucapkan setengah bercanda, baik oleh para senior maupun wali santri yang datang menjenguk anaknya. Namun di balik gurauan itu tersimpan kenyataan pahit, bahwa gudik alias skabies seolah menjadi “ritual perkenalan” tak resmi di banyak pesantren. Gatal, luka, dan bekas merah di kulit menjadi simbol bahwa mereka benar-benar telah menjadi bagian dari kehidupan asrama. Di balik kehangatan hidup komunal dan semangat gotong royong para santri, tersembunyi persoalan klasik yang…










